Kawan Pertama di Banda Neira
Aku dan Regina turun dari
pesawat Susi Air yang membawa kami dari Ambon ke Banda Neira hari itu dengan
sedikit terburu-buru. Hujan turun rintik-rintik.
“Aku masih stress,” Regina
bergumam.
Aku tertawa.
Lagipula, siapa yang nggak
stress? Bertahun-tahun tinggal di Pulau Jawa, kami terbiasa naik Kereta Api
atau pesawat komersil pada umumnya sebagai pilihan bermobilitas antar kota, dan
yang kami tumpangi hari ini? Pesawat terkecil yang pernah aku tumpangi, dengan
kapasitas 13 orang penumpang, seorang pilot dan co-pilot, satu orang staff
pesawat, dan satu orang teknisi yang selama perlajanan duduk di bangku
belakangku, sibuk makan nasi kuning. What
a day. Masih pukul 09.00 WIT, dan dalam hati aku bersorak kegirangan. 45
menit tadi berkesan buatku. Ketika pesawat terbang melewati Gunung Api Banda,
sangat dekat, dan aku terpana dengan pemandangan itu. Sementara Laut Banda luas
membentang di bawah sana.
Pesawat di belakang itulah yang membawaku dan Regina ke Banda Neira. Kelihatan kan wajah siapa yang paling tertekan? |
Dan kini, aku menginjakkan
kaki di tanah ini.
“Ayo, masuk,” Kak Syaiful –
guide kami selama di Banda – mengajakku dan Regina yang masih setengah sadar
karena perjalanan tadi ke ruang tunggu bandara.
“Bentar Kak, mau foto-foto
di landasan pesawatnya,” Regina membuka mirrorless.
“Hahaha, tidak boleh. Itu
pesawat (Susi Air yang barusan kami tumpangi) mau berangkat lagi, tidak boleh
foto-foto di landasannya. Nanti sore saja, kita ke sini lagi,” dan akhirnya
kami berdua nurut, masuk ke ruang tunggu.
Ruang tunggu Bandara Banda
Neira sangat sepi. Ya iya lah, pesawat yang datang hari itu hanya satu pesawat.
Hujan semakin deras di luar. Kami bertiga – Aku, Regina, dan Kak Syaiful –
keluar dari ruang tunggu.
“Kita ke Homestay naik apa,
Kak?” tanyaku.
“Ojek,”
“Di sini nggak ada mobil,
Pres,” timpal Regina. Iya, dia seperti RPUL (itu lho, buku Rangkuman
Pengetahuan Umum pas jaman aku masih SD. Eh kok berasa tua yah, haha) buatku.
Seperti sudah ngerti banget dengan Banda, padahal boro-boro, baru kali ini kami
menginjakkan kaki di kota ini. Aku curiga di sela-sela kegiatannya ngurusin
kredit nasabah, dia ngafalin sejarah dan karakteristik Kepulauan Banda. Dan
aku, bahkan masih lupa-lupa ingat sama itinerary mau kemana saja. Taunya cuma
pergi, diajak nyasar juga iya-iya saja.
“Tapi hujan. Gimana nih
Kak?” tanyaku lagi.
“Memet, kau pulang ambil jas
hujan dulu,” Kata Kak Syaiful ke seorang laki-laki yang kutebak akan
mengantarkan kami ke homestay.
Laki-laki yang dipanggil
Memet itu akhirnya pergi, sambil membawa koper Regina yang ditaruh di depan jok
motor.
Regina akhirnya duduk di
pinggir pintu, di sebelah seorang laki-laki seusia kami. Aku berdiri, menatap
hujan.
“Baru datang hari ini?”
tanya laki-laki di sebelah Regina.
Aku pikir, dia juga salah
seorang penumpang dari pesawat yang kami tumpangi. Tapi setelah percakapan
beberapa saat kemudian, ternyata aku salah. Dia.... iseng aja datang ke Bandara
hari itu.
Namanya Anto, ia bekerja di
sebuah perusahaan rekanan LIPI untuk melakukan survey, dan kali ini di Banda
Neira. Ia sendiri baru di Banda sejak seminggu yang lalu. Dan seminggu itu,
hujan terus menerus mengguyur Banda sehingga ketika kami nanya apa dia sudah ke
tempat A, B, C, yang berada di itinerary kami, dia hanya ketawa, miris. Belum
jalan kemana-mana.
“Eh, minta nomor WA dong,”
Anto menyodorkan HP-nya ke Regina. Regina mengetikkan sesuatu di HP Anto,
kemudian mengembalikannya. “Regina....” Anto sibuk mengetik, “Yang ketemu di
Bandara,” aku ketawa.
“Penting banget sih, ditulis
di kontak ‘Yang ketemu di Bandara’-nya loh,”
“Ya... kan biar jelas.
Regina yang mana, gitu. Nih Mbak, nomor sampean juga,” aku menerima HP Anto.
“Nama dia di kontakku lebih
parah,” Regina menatap layar HP-nya, “Anto Yang Kaya Anak Hilang di Bandara,”
Kami semua tertawa.
Sementara hujan mulai mereda, dan Bang Memet malah belum kembali dengan jas
hujan yang pasti nanti nggak akan terpakai. Dan mungkin hujan pagi itu
menyambut kami, untuk membuat kami berhenti sejenak, tidak terlalu terburu-buru
memulai perjalanan kami. Karena Ia mau mempertemukan kami dengan seseorang yang
kemudian menjadi temanku dan Regina – Anto. Si Anak hilang yang ketemu di
Bandara.
Udah diedit dengan aplikasi foto paling kece supaya wajah mas-mbaknya tambah cakep. Meet, Anto! |
Komentar