Kalung Mama

Nggak tau juga kenapa malah milih gambar ini buat tulisan ini :P

Aku baru selesai mandi dan masuk ke kamar kos dengan rambut setengah kering ketika layar HP milikku berkedip-kedip nggak jelas. Aku menonaktifkan mode silent yang ku set-up tadi pagi sebelum kuliah, kemudian membuka notification. Ternyata mama sempat meneleponku beberapa kali waktu aku lagi mandi. 

“Presy kamu lagi apa?” tanya mama setelah aku mengangkat telepon mama yang kesekian kali. 

“Baru habis mandi,” jawabku sambil menyisir rambut dengan headset terpasang di telinga. 

Ada jeda sekian detik. Kok feeling-ku nggak enak ya?

“Presy, mama dijambret orang lho,” kata mama akhirnya dengan suara serak. 

Aku diam. Bingung mau nanggapin apa. 

“Kalung mama ditarik gitu,” aku masih diam. Mama juga diam. 

“Kok bisa, Ma?” tanyaku akhirnya. 

“Jadi kan tumben, mama itu kemarin nggak pakai jaket pas keluar rumah, pake baju juga kaos begitu saja, nggak ada kerahnya. Trus mama naik motor sendiri. Pas mau belok ke gang yang di belakang rumah kita itu, ada dua orang naik motor, langsung tarik kalung mama. Aduh… mama sedih sekali lho. Padahal itu kalung kalau dibawa ke pegadaian bisa dapat berapa juta,”

Aku sedikit terhenyak, bingung mau nanggapin apa. Mama nggak pernah ngomong langsung ke aku, cerita dengan nada sesedih itu. Dan… aku syok dengar mamaku nangis. 

“Sudah Pres, mama cuma lagi butuh teman cerita saja,” kata mama kemudian. 

“Oh, OK,” kataku sebelum akhirnya mama memutuskan sambungan. 

Aku kaget. Bukan soal kalungnya. Bukan soal mama dijambret. Tapi soal diriku. Kemarin mama sempat mengirimiku SMS, nanyain aku lagi apa. Aku hanya membalas dengan tiga kata, “Baru pulang kuliah,”

Aku sama sekali nggak mikir mamaku lagi sedih. Mama pasti kemaren pengen langsung cerita. Tapi aku yang ga peka balasnnya jutek banget gitu. Dan aku mikir semakin ke dalam, aku sudah empat tahun sekolah di Jawa, kuliah… hanya di awal banget aku sering neleponin orang tuaku, nanya mereka lagi apa, nggak sampai satu semester, aku tenggelam sama kesibukan sekolah. 

Sekarang, aku kembali tenggelam sama kesibukan kuliah, ngejar-ngejar IP yang tinggi supaya bisa dapat penempatan kerja yang bagus, dan lupa apa tujuanku melakukan semua ini. Untuk membahagiakan kedua orang tuaku. Membuat mereka bangga. Lalu apa yang aku lakukan? Sibuk mengejar prestasi dan lupa bahwa orang tuaku, seperti mamaku, perlu teman cerita. 

Adik pertamaku juga sedang sekolah di Malang, sedang adikku yang paling kecil masih SMP. Papaku sedang kerja di Merauke dan nggak bisa dihubungi. Akulah yang bisa menjadi teman mama berbagi cerita. 

Lalu kemana aku?

Dan cerita tentang kalung mama ini seolah menamparku. Apa aku harus dibangunkan dari kesibukanku ketika mamaku menangis?

Komentar

Postingan Populer