Like a Little Girl



Sama seperti bocah-bocah pada umumnya, waktu kecil aku hafal banget jadwal kartun A, kartun B, kartun C, dan kartun-kartun populer lainnya di TV. Apalagi hari Minggu, pulang sekolah Minggu yang letaknya nggak jauh dari rumahku, aku lari-lari ke rumah dan langsung nyalain TV, nongkrong di depan TV tanpa meduliin mama yang ngomel-ngomel nyuruh aku ganti baju dan makan siang.

Tapi dari segala jenis tontonan, aku paling suka anime. Sampai di diary milikku dulu, yang aku tulis malah alur cerita Captain Tsubasa episode sekian, kaya diskusiin filmnya gimana, kira-kira timnya Tsubasa di pertandingan selanjutnya menang atau nggak, dan hal-hal remeh lainnya.

Dulu, aku susah sekali disuruh tidur siang. Kalo mama nyuruh aku tidur siang, aku bakal pura-pura tidur sampai mama nyelesaiin pekerjaannya trus istirahat juga, lalu aku bangun diam-diam, pergi ke kamar belakang yang dijadiin gudang, ngambil selendang entah dari mana, trus berpantonim, main drama pura-pura jadi putri, jadi ksatria, jadi seorang cewek pemberani yang mau bebasin sahabatnya yang diculik gerombolan penculik, dan jadi siapa saja yang aku mau. Tergantung mood hari itu mau jadi bintang film apa, atau, tergantung anime apa yang barusan aku nonton dan ceritanya aku modifikasi.

Aku paling suka jam tidur malam. Di tempat tidur, waktu kamar udah gelap, aku sibuk nyiptain imajinasi macam-macam. Aku ngelanjutin film yang lagi kubuat di otak, sambungan dari episode malam sebelumnya.

Saat itu aku yakin, kalo udah dewasa nanti -dewasa dalam bayanganku saat itu adalah ketika aku sudah kuliah- aku bakal jadi seorang penulis hebat. Cerita yang kutonton tiap malam di otak itu akan kutulis suatu hari nanti, aku kirim ke penerbit, diterbitkan, dan akan jadi buku best seller.

Satu yang dulu aku nggak tahu, kalo aku beranjak dewasa, aku bakal punya cara pandang yang semakin beda. Sekarang, aku melihat hal-hal di sekelilingku dengan pandangan rasional, mulai ninggalin kebiasaanku berimajinasi macam-macam. Aku nggak lagi melihat rumah kosong di pojokan jalan dengan perasaan ingin tahu dan berimajinasi jangan-jangan rumah itu dipakai gerombolan penjahat, atau jangan-jangan di rumah itu berkumpul penyihir-penyihir tiap tengah malam, aku melihat rumah itu ya… sebagai rumah kosong. Rumah yang lambat laun harganya akan menurun karena depresiasi segala macam.

Waktu tidur malam nggak lagi jadi sesuatu yang istimewa. Aku nggak lagi menyutradai film macam-macam, tapi aku sibuk mikirin ujian keesokan harinya, tumpukan baju yang belum dibawa ke laundry, budget bulanan, atau bagaimana cara ningkatin IPK.

Sampai tadi sore sepulang kuliah, aku iseng buka-buka internet buat menghilangkan penat gara-gara ujian Statistika yang sukses bikin aku amnesia hari ini, dan nemu satu lagu yang liriknya sederhana tapi kok… aku banget ya? Atau mungkin bukan cuma aku banget, tapi kita banget? Para anak-anak yang telah beranjak dewasa. Anak-anak yang dulunya bisa melihat sesuatu dengan kreativitas dan imajinasi, nggak takut akan pandangan orang yang bakal menginterupsi khayalan dia, nggak takut sama resiko-resiko apa pun sebelum nyoba, tapi sekarang takut buat bermimpi dan membuat hal-hal yang nggak seperti orang buat.

I’m gonna walk a hundred miles
I’m gonna whistle all the while
If that’s what it takes to make me smile
I’m gonna walk a hundred miles

I’m gonna run right up this hill
Summer sky or winter chill
If I gotta take a break I will
But I’m gonna run right up this hill

I wanna hold the whole wide world
Right here in my open hands
Maybe I’m just a little girl
A little girl with great big plans

I’m gonna go and take a chance
I’m gonna learn to ballet dance
Learn a little something ‘bout romance
I’m gonna go and take a chance

I’m gonna live a crazy dream
Impossible as it may seem
Doesn’t matter what the future brings
I’m gonna live a crazy dream

[Chorus]

You tell me, “don’t try it”
I’m warning you that I won’t buy it
All failure is fleeting
I trust it always has its meaning

[Chorus]

Whole Wide World-Mindy Gledhill

Komentar

Postingan Populer