Let It Go

Sekitar seminggu yang lalu saat aku sedang online Facebook, kebetulan aku melihat notification kakak kelasku di Jayapura yang mengirim comment ke Facebook seseorang. Karena tertarik (baca : sok pengen tahu) sama comment dia, aku buka Facebook teman yang dikirimi comment sama kakak kelasku ini. Dan tada…



Kakak kelasku mengirim comment pada teman seangkatannya yang baru meninggal sekitar bulan Februari atau April yang lalu. Sebelumnya aku memang sempat diceritain sekilas sama mama waktu teleponan di Malang, “Pres, si X-teman kakak kelasku-meninggal,” kata mama. “X siapa?” “Itu lho… Anak Kalam Kudus, kakak kelasmu. Yang gemuk-gemuk itu,” dan aku waktu itu cuma ber-ohh saja.



Aku nggak terlalu kaget pas tahu penyebab meninggalnya si X. Kecelakaan motor. Sekolahku pas SMP memang terletak di tempat yang rada rawan. Kaya dibangun di tebing atau jurang atau apa lah. Ya, gara-gara struktur geografis Jayapura yang masih nggak rata gitu makanya banyak bangunan yang kaya sekolahku; dibangun di daerah rawan. Dan di dekat sekolahku lumayan sering terjadi kecelakaan motor yang sampai mengakibatkan korbannya meninggal. Sebelumnya pernah juga ada anak Kalam Kudus yang meninggal karena kecelakaan motor.



Iseng, aku baca comment yang dikirim ke FB si-X. Dan aku jadi ‘berpikir’ pas baca comment dari pacar si X, yang kelihatannya sampai saat ini masih sayang sama X. Dia nangis-nangis, nggak terima sama kepergian X, manggil-manggil X, pengen X datang jemput dia di rumahnya, pengen X lihat dia disidi, pengen X balas SMS dia… Ada juga teman-teman X yang bilang rindu sama joke-joke yang sering dilontarkan X, kangen sama perut gembulnya X…



Selama empat puluh menitan aku baca comment-comment di FB X. Kok mendadak aku jadi berasa stalker ya? Hehe…



Aku jadi mikir; aku memang nggak begitu kenal sama X. Cuma tahu “Ooh, ini toh yang namanya X,” gara-gara X lumayan populer di sekolah. Tapi dari comment-comment yang aku baca itu, aku jadi menarik kesimpulan kalau X pasti pribadi yang disayangi oleh orang-orang terdekatnya. Kepergian X membuat dia dirindukan. Tapi aku mikir lagi, apa X tenang yah di alam sana? Apa dia ngerasa nggak apa-apa saat di dunia ada orang yang masih nggak percaya dengan kepergiannya, masih merasa sedih karena ditinggalkan? Kalau aku X, mungkin aku nggak suka kalau orang-orang yang aku sayangi sedih terus-terusan sampai akhir hayat dikandung badan gara-gara aku dipanggil sama yang punya hidup. Tapi jujur, aku juga nggak mau dilupain begitu saja sama orang-orang yang aku sayang.



Iseng, aku tanya sama seseorang yang dekat denganku, “Kalo aku mati kamu ngerasa gimana?”



“Sedih? Depresi mungkin?”



“Kalo aku meninggal kira-kira berapa lama kamu bakal ngelupain aku?”



“Ngeri amat ngomongnya? Ng… setahun? Dua tahun? Atau mungkin nggak akan pernah?”



Mungkin melupakan seseorang untuk menutup sebuah luka bukan hal yang terbaik. Yang lebih baik, kenapa tidak mencoba untuk mengobati luka karena ditinggalkan dengan belajar merelakan?

Komentar

Postingan Populer