Dia


Aku pertama kali melihat dia saat sekelas dengannya di kelas XII. Waktu itu aku dipaksa wali kelas baruku untuk mengisi bangku kosong di depannya. Akhirnya-dengan setengah menggerutu-aku pindah duduk di depannya. Waktu itu ia tidak memiliki teman sebangku. Ia sibuk mencorat-coret halaman belakang bukunya dengan gambar cewek-cewek. Aku tidak begitu memedulikan ia. Toh setelah seminggu kedepan aku pasti sudah cukup akrab dengan teman-teman sekelasku yang baru. Termasuk dengannya.


Tahun ini aku diajar oleh guru Ekonomi baru, namanya Bu Tyas. Beliau memberi kami proyek yang akan dijadikan nilai ulangan. Untuk itu kami diminta membentuk kelompok yang terdiri dari lima orang, dan kelompok itu akan sama terus sepanjang 1 semester ke depan. Dan saat ia meminta bergabung dengan kelompokku, dengan senang hati aku menerima. Sejak dulu aku tidak merasa keberatan sekelompok dengan siapa saja.


“Presy, anggota kelompok Ekonomi-mu siapa aja?” tanya Ling-Ling saat bertemu denganku di kos.

“Ce Gaby, Peewee, Brain, X *dia*,” jawabku. “Eh, X tuh gimana sih? Kamu pernah sekelas dengan dia kan di kelas XI?” tanyaku iseng.

“Haduh… nggak enak! Dia nggak bisa diajak kerjasama. Nggak mau bantu kalo tugas kelompok,” cerita Ling-Ling.


Dan aku pun merasakan kebenaran cerita Ling-Ling saat mengerjakan tugas Ekonomi. X hanya mau membantu pekerjaan yang paling ringan. Karena itu aku meminta X untuk membawa hasil prakarya kami ke sekolah esok pagi. Dia nggak mau. Jengkel sekali.


“Hiih! Jengkel sekali saya duduk di sebelah X! Udah badannya gede, nggak thau diri lagi! Tasnya kau tahu toh? Kaya tempurung kura-kura ninja! Gede kaya isi peralatan camping. Dia taruh di kursi lagi. Saya nggak dapat tempat duduk. Saya udah bilang buat turunin tasnya, dia nggak mau. Nggak tahu diri! Sudah begitu pelit sekali lagi. Giliran dia mau minjem barang orang, kau tahu? Dial ho langsung ngambil tempat pensilku trus ngubek-ngubek isinya buat nyari pulpen! Bilang baik-baik kek kalo nggak punya pulpen!” curhat Ce Gaby padaku suatu hari.


“Aku yo’ mangkel mbe de’e. Kamu inget yang waktu lomba Holy Christmass yang menghias kelas? Aku kan lagi duduk-duduk di kelas, trus dia datangin aku, dia bilang, ‘Shel, ayo bantu bikin dekor,’ yo aku ngerasa nggak enak, jadi aku bantu. Eeh, pas aku udah kerja-kerja gitu, dia malah nggak kerja. Gimana nggak mangkel?” cerita Shella saat kami sedang mengerjakan latihan soal saat BBI Matematika.


Minggu lalu Bu Prat-guru OR kelas XII-memberi kami tugas untuk membentuk kelompok dan membuat gerakan-gerakan senam aerobik untuk nilai ulangan. X tiba-tiba mendatangi kelompokku untuk meminta gabung dengan kelompok kami. Tentu saja kami tidak mau. Selain karena kelompok kami udah fix bagi-bagi tugas, kami juga kurang menyukai sikapnya. “Bukan salah kita toh kalau kita nggak suka sama dia? Dia kan begitu karena ulahnya sendiri,” komentar Shella.


X nangis. Dia cerita sama anak-anak cewek yang lain kalau kami seolah orang jahat yang nggak mau memasukkan dia ke dalam kelompok lain. Anak-anak yang lain bersikap seolah simpati pada dia, membuat kami terlihat semakin seperti orang jahat. Padahal toh mereka juga pasti nggak mau menerima X ke dalam kelompok mereka. X akhirnya masuk ke dalam kelompok kami.


Melihat X, kadang aku berpikir, apa aku jahat? Di satu sisi jelas aku jahat. Berpikiran buruk tentang X, seolah make kacamata hitam kalo ngeliat X. X bernafas aja udah salah dimataku. Tapi, apa aku-dan orang-orang yang nggak suka dengan X-salah? Kami kan nggak suka X karena sikapnya.


Dari X sebenarnya aku dapat pelajaran berharga. Kalo kita pengen diterima orang lain, kita juga harus menerima orang lain. Jangan menganggap kalo dunia itu cuma milik kita sendiri, dan semua orang mesti nurut apa yang kita mau. Kalo kita mau dihargai orang lain, kita harus lebih dulu menghargai orang lain. Jangan suka ‘merintah-merintah’, kalo ngomong ke orang tuh intonasinya nggak usah sampai tujuh oktaf. Kalo kita mau punya banyak teman, kita mesti jadi orang yang pantas untuk menjadi seorang teman.


Nggak setiap saat kita bakal dikasih kesempatan kedua. Kadang, sekali kamu nyakitin orang, kamu bakal di-blacklist sepanjang hayat kamu. Dan kamu bakal nggak disukai terus. Jadi selalu deh berlaku baik.

Komentar

Postingan Populer