Back To Home (Again)
Akhirnya aku datang lagi ke sana. Aku nggak
pernah bosan ngerasa takjub ketika tiba di Bandara Abdurahman Saleh, dengan tas
ransel di pundak dan sebuah koper berukuran kecil. Perasaanku selalu sama
ketika pertama kali keluar dari tempat pengambilan bagasi yang sesak karena
bandara tersebut memang baru dibuka beberapa tahun lalu untuk penerbangan
komersil. Aku selalu merasa lega setelah sampai di sana. Akhirnya, aku pulang.
Setelah empat bulanan berkutat dengan enam
mata kuliah yang bikin aku ngerasa punya enam pacar lagi (soalnya mereka selalu
ada di pikiranku. Aku mau makan… kuingat marketing, aku mau tidur… juga ingat
advaced), akhirnya aku selesai menjalani ujian akhir dan besoknya langsung cao
ke Malang. Aku sudah merencanakan datang ke Malang beberapa bulan sebelumnya.
Motif utamanya karena aku pengen nyelesaiin proses perawatan gigi, jadi behelku
mau dicopot dan dibikinin kawat gigi yang bisa dicopot-copot, dan motif kedua…
aku pengen datang ke acara Pelangi Bangsaku, acara dua tahunan yang diadain
sekolahku. Cerita tentang Pelangi Bangsaku sendiri panjang… dan seru banget.
Makanya nggak seru ah kalo aku bagi dalam tulisan ini.
Aku nggak ke Jatim Park, atau BNS, atau ke
Bromo, atau ke tempat-tempat terkenal lain di Malang. Aku yakin aku bakal ke
sana lagi. Berhubung aku nekat ke Malang sendirian, nggak punya teman liburan
dan adikku yang lagi SMA di Malang juga lagi sibuk-sibuknya ujian, aku…
senang-senang saja menikmati liburan alaku di Malang.
Aku menikmati jalan-jalan di kota Malang.
Matahari yang nggak terlalu terik, kebetulan aku datang ke sana pas hawa Malang
lagi sejuk-sejuknya, awal November. Aku lewat di daerah Simpang Borobudur,
otomatis keingat masa-masa SMA. Biasanya aku dan teman sekos atau bareng *ehem*
pacar nyari makan di daerah Simpang Borobudur. Ngantri beli tahu telor atau
nasi goreng yang enak banget pakai telur setengah matang di depan Istana
Boneka. Dan karena jam biologisku masih bikin aku bangun jam tujuh pagi biar
pun lagi libur, aku bisa nikmatin jalan nyari sarapan di dekat kos. Makan soto
lamongan yang enak, murah, dan porsinya bisa bikin proses penggemukan badanku
berhasil, atau makan nasi pecel, sesekali papasan sama tukang becak yang nggak
pernah aku temui di Jakarta.
Mungkin aku belum bisa lepas dari kenangan
waktu SMA, apalagi dua hari pertama aku menghadiri acara Pelangi Bangsaku, dan
sama seorang sahabat keliling-keliling sekolah, motret suasana di alamamater
kami dan nyimpan perasaan haru kami di hati. Jadiin itu semangat buat kami
menjalani kuliah kami. Kami alumni SMA Hua Ind lho, kami mesti jadi orang yang
bukan orang biasa. Kami mesti berkarya dan harumin nama almamater kami.
Aku kangen menjalani keseharian di kota
ini. Bangun pagi-pagi, denger teriakan anak-anak kos yang panik kesiangan
bangun, mandi bebek dan lari-lari ke sekolah bareng teman satu kos, sekolah
sampai sore lalu dilanjutkan dengan kelas tambahan, ekskul, les di Notre Dame,
pulang dari Notre Dame waktu langit udah gelap, dan aku jalan ke kosan,
nikmatin udara malam. Lalu aku sampai di kamar kosku yang biar pun nggak pakai
AC adem banget, lalu aku ngerjain tugas atau ngelakuin kegiatan lain di kamar
kos, atau nyari makan di luar sama pacar yang kosnya sebelahan sama kosku.
Tapi waktu terus berjalan, dan akhirnya liburanku
berakhir. Aku mesti kembali ke Jakarta. Meninggalkan kota yang tidak
seterburu-buru Jakarta. Meninggalkan pemandangan yang indah, langit yang
bersih, udara yang bersih, pemandangan bapak-bapak yang mengayuh sepedanya di
sepanjang jalan setapak di antara hamparan sawah. Meninggalkan ibu-ibu penjual
nasi pecel yang ramah menyapa dalam bahasa Jawa, juga bapak penjual soto
lamongan dengan senyum yang membuat matanya menyipit. Meninggalkan ibu kos
lamaku yang menyambutku tiap aku datang ke Malang dan nginap di sana.
Meninggalkan kamar nomor C12 yang herannya belum ada yang menempati hampir 1,5
tahun sejak aku tinggalkan setelah lulus. Kamar yang menjadi tempatku melakukan
apa saja, bebas nulis apa saja, bebas menangis, tertawa. Meninggalkan
kebiasaanku duduk di kepala tempat tidur, nulis di samping jendela.
Meninggalkan kenangan.
Malang sudah ngasih aku suasana baru,
semangat baru, ide baru. Itu yang aku
cari.
Liburan bukan tentang datang ke tempat
wisata terkenal, mengambil foto di depan tempat wisata dan memamerkannya di
Instagram. Liburan bukan tentang hotel dan restoran terkenal yang kamu
kunjungi. Liburan buatku adalah mencari semangat baru, ide baru, lalu menyimpan
kepingan-kepingan takjub di hati. Dan Malang adalah tempatnya.
Komentar