Tiga Keping Cinta_part 1

Tiga orang cewek berjalan beriringan di sepanjang koridor XI IPA sambil ketawa-ketawa cekikikan tanpa memedulikan berpuluh-puluh pasang mata yang menatap mereka dengan berbagai tatapan. Ada tatapan heran sambil geleng-geleng enggak mengerti, ada tatapan kesel, ada tatapan… macam-macam!

Nah, sekarang aku perkenalkan nih tiga orang cewek yang sempat mencuri perhatian orang-orang tadi. Yang pertama namanya Orion, biasa dipanggil Ori. Ori suka banget nulis lagu. Tapi biar pun hobinya bisa dibilang sebagai hobi yang romantis (iya, yah?), Ori ini rada tomboi, hobi mencak-mencak, nonton film horror, makan ayam KFC (lho? Kok makin lama makin enggak nyambung ya?), sayang sama orang tua, de es be.

Trus tokoh kita yang kedua namanya Ewi. Seperti namanya (lho, enggak ada hubungannya, yah?), Ewi ini cewek yang bisa dibilang ngetop karena kecantikannya. Kulitnya putih, matanya sipit, keturunan Cina, rambutnya panjang dan lurus, trus hobi banget main gitar.

Nah, tokoh kita yang berikutnya namanya Rastri. Beda sama dua orang sahabatnya yang suka tampil di depan umum, Rastri ini orangnya rada pemalu, padahal dia punya bakat nyanyi lho. Ori sempat mergokin Rastri nyanyi di WC sekolah dan sebelumnya ngira kalo yang nyanyi itu cewek penunggu WC sekolah yang punya cita-cita sebagai penyanyi tapi enggak kesampaian. Pas tahu kalo yang nyanyi itu Rastri, Ori sempat kepikiran buat merekam suara Rastri kemudian dikirim ke studio rekaman. Tapi mengingat Rastri anaknya pemalu abis, entar kalo disuruh nyanyi itu anak bisa pingsan di tempat lagi! Kan repot? Dan Ori pun mengurungkan niatnya.

Nah, enggak usah cerita panjang-panjang lagi, singkat cerita, si Ori, Ewi dan Rastri ini sahabatan baik sejak masih SMP. Satu kesamaan mereka. Mereka semua cantik dan pintar, serta ngetop di sekolahan. Karena biar pun rada barbar, tapi mereka nggak pernah lepas dari sepuluh besar ranking pararel di sekolah.

“Aduh… habis istrirahat jam pelajarannya Pak Wido lagi,” gerutu cewek berambut pendek yang diceritakan bernama Ori tadi.

“Matematika lagi, Matematika lagi! Kenapa sih di dunia ini mesti ada pelajaran Matematika? Bikin ribet hidup saja!” kata Ewi.

“Eh, kabur yuk!” usul Ori tiba-tiba.

“Kabur???” Rastri yang tampak paling histeris.

“Ri, kamu sudah gila, sarap, baru digigit anjing rabies peliharaan tetangggamu, atau apa sih? Mau hari Senin dihukum dijemur sama Pak Wido sepanjang jam pelajarannya?” tanya Ewi.

“Aduh, kalian jadi siswi jangan kelewat patuh sama peraturan dong! Lagian banyak kok anak-anak lain yang kabur! Tenang saja, Pak Wido selama ini selalu ngancam anak-anak yang kabur dari jam pelajarannya dengan hukuman dijemur, tapi enggak pernah dilaksanakan, kan?” terang Ori.

“Iya juga, sih!” Ewi mulai manggut-manggut.

“Tapi kita mau kabur ke mana?” tanya Rastri.

“Iya, Ri. Jam segini toko yang sudah buka masih sedikit. Namanya saja Jayapura,” tambah Ewi.

“Kita kabur ke Saga Mall yuk!” ajak Ori.

“Saga Mall? Di daerah Abe? ORI!!! JAUH AMAT???” omel Ewi.

Ori garuk-garuk kepala sampai kutu-kutu di kepalanya buru-buru ngungsi sebelum kena garuk.

“Eumh, justru itu, kan? Kita sengaja nyari tempat kabur yang jauh dari sekolah,” jawab Ori.

“Ori, Ewi, Rastri, kalian bisa tolongin aku enggak?” seorang cowok berkacamata minus menghampiri mereka bertiga yang sedang mengadakan rapat dadakan di tengah jalan yang mendiskusikan rencana minggat mereka dari sekolah. Nama cowok berkacamata minus berambut cepak ini juga Orion, tapi biasa dipanggil Rio. Makanya waktu Rio pertama kali menjadi murid baru di SMA Harapan dan sekelas sama Ori, Ori mencak-mencak karena nama depannya sama dengan Rio.

“Bantuin apa?” tanya Ewi.

“Asal kami bisa bantu, ya kami bantu,” sahut Rastri.

“Tolong foto copy ini dong di tempat foto copy di depan sekolah. Aku dipanggil Kepsek ke kantornya nih,” pinta Rio sambil menunjukan setumpuk kertas penuh rumus pada Ori, Ewi dan Rastri.

“Matematika yah?” tebak Ori.

“Yap! Ini latihan yang harus dikerjakan di kelas nanti sebelum Pak Wido ngasih ulangan nanti,” terang Rio lagi.

“What?!” jerit Ori. “Ulangan?” desisnya.

“Iya. Em, sebenarnya ulangan dadakan jam setelah istirahat ini. Aku dipercaya Pak Wido buat enggak ngebocorin sama yang lain.”

“OK Ri, aku ikutin usulmu. Kita kabur,” kata Ewi sambil menepuk pundak Ori.
***

Saga Mall termasuk salah satu dari sekian tempat tongkrongan anak-anak Jayapura selain warnet yang jumlahnya pun masih bisa dihitung dengan jari. Walau namanya mall, tapi Saga Mall bila dibandingkan dengan mall-mall di Jakarta, pasti besarnya enggak seberapa.

Saga Mall terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama yaitu lantai yang paling dasar, terdapat sebuah supermarket, toko roti, toko HP, dan toko alat-alat musik yang gabung sama toko alat-alat olahraga. Lalu di lantai dua ada toko CD, toko buku yang sering banget didatangi Ori, KFC, department store, dan toko aksesoris. Dan lantai ketiga diisi dengan sebuah game center yang namanya Funstation.

“Mau jalan ke mana dulu, nih?” tanya Ewi begitu mobil yang dikemudikan Mang Jo-supirnya itu memasuki areal parkir Saga Mall.

“Ke toko CD dulu yah?” pinta Rastri.

“It’s OK. Mau beli apa, Stri?” tanya Ewi.

“Eumh, aku pengen beli CD terbarunya Westlife,” sahut Rastri.

“Westlife kan sudah jadul banget, Non,” celoteh Ori.

“Biarin! Mending aku suka sama Westlife, lha, kamu sukanya sama penyanyi mana? Nafa Urbach? Hehehe…” ledek Rastri.

“Sialan!” muka Ori ia tekuk habis-habisan.


Ori, Ewi dan Rastri berjalan beriringan menuju Funstation di lantai paling atas.

“Guys, yang lagi jaga kasir di toko itu sepertinya aku kenal, deh,” kata Rastri saat mereka bertiga sedang menyusuri koridor di lantai dua.

“Mana?” tanya Ewi.

“Itu, yang di toko buku. Pakai topi warna cokelat, cowok. Rambutnya dibentuk model landak…” jelas Rastri.

“Anak itu sepertinya pernah aku lihat deh,” komentar Ewi.

“Iya! Aku tahu! Dia Alan, sama-sama anak kelas XI. Tapi aku lupa dia anak kelas XI apa. Yang jelas aku pernah ketemuan sama dia waktu rapat pengurus kelas XI dalam rangka apa gitu. Lupa,” cerita Ori semangat.

“Alan? Tapi harusnya kan dia ada di sekolah,” Rastri nyahut lagi.

“Kita sendiri harusnya ada di sekolah kan? Hehehe…” ujar Ewi.

“Tapi kita kan kabur, sedangkan Alan? Enggak mungkin dia kabur kan? Lihat deh, dia enggak pakai seragam sekolah seperti kita,” Rastri melancarkan argumennya lagi.

“OK, kalo gitu hanya ada satu penjelasan yang logis. Orang itu, eumh, cowok itu, bukan Alan. Kita hanya salah lihat. Nah, yuk jalan lagi!” Ori mulai menyeret-nyeret dua sahabatnya itu.
***

“Aduh… capek. Lapar. Haus. Aku dehidrasi nih. Kita sudahan yah mainnya?” bujuk Rastri dengan tampang memelas.

Ori dan Ewi sebenarnya masih betah main di Funstation, tapi demi melihat tampang Rastri yang sudah kucel banget layaknya seorang anak pengemis yang enggak makan tiga hari, Ori dan Ewi terpaksa menyudahi keasyikan mereka.

“Ya sudah, kita makan di KFC yuk,” ajak Ewi.

“Hore… Ewi yang traktir yah!” sorak Ori saking ndeso-nya.

“Iya, deh. Hari ini aku ngalah. Besok-besok gantian kalian yang traktir aku,”

Tiga cewek itu pun jalan enggak beriringan menuju pintu keluar Funstation. Iya, enggak beriringan. Ori jalan sambil ngegodain seorang cleaning service cowok yang sedang asyik ngepel. Ewi jalan paling depan, nyaris ninggalin teman-temannya. Sedangkan Rastri jalan sambil ngelindur (lho?), jadi rada ketinggalan di belakang.

Saat mereka bertiga berjalan menuju KFC yang berada di lantai dua barengan dengan toko buku yang sempat aku ceritain beberapa paragraf yang lalu, Rastri celingukan sebentar di depan toko buku bernama XEO itu.

“Alan?” gumam Rastri sambil terus memandangi sosok cowok yang juga telah aku ceritain beberapa paragraf tadi.

“Rastri! Sini!” panggil Ewi yang sedang berdiri bersama Ori di sebuah toko aksesoris yang berada tepat di sebelah XEO.

“Ada apa?” tanya Rastri setelah berada di samping Ewi.

“Kalung itu lucu yah!” kata Ori sambil menunjuk ke arah tiga buah kalung yang ditata di dalam sebuah kotak kayu.

“Masuk ke dalam, yuk!” ajak Ewi.

Ori, Ewi dan Rastri melangkahkan kaki ke dalam toko tersebut dan menghampiri etalase yang memajang kalung yang tadi ditunjukkan Ori.

Tiga buah kalung yang dimaksudkan Ori adalah tiga buah kalung yang bentuknya unik banget. Kalung-kalung tersebut mengandung magnet dan jika disatukan akan membentuk hati. Entah kebetulan atau apa, kalung tersebut juga terdiri dari tiga warna favorit mereka. Hijau sebagai warna favoritnya Ori, biru sebagai warna favoritnya Ewi, dan pink sebagai warna favorit Rastri.

“Beneran. Ini kalung keren banget. Unik!” komentar Ewi.

“Mas, kalung ini harganya berapa, yah?” tanya Ori pada seorang pegawai toko itu.

“Mana Dik? Ooh, kalung itu harganya Rp. 150.000, 00,” jawab mas-mas berpipi cekung tersebut.

Ori dan Rastri langsung memasang tampang memelas pada Ewi. Dan Ewi mengerti apa maksud tatapan itu.

“Iya, iya. Aku yang beli. Puas?” kata Ewi keki.

“Hehehe… kamu memang sahabat kami yang paling baik deh!” kata Ori sambil memasang ancang-ancang buat memeluk Ewi dan menciumi pipinya.

“Ri, biasa aja kali! Kamu enggak lesbi kan?” protes Ewi. Ori yang diomeli begitu malah misuh-misuh.
***

Komentar

Yonathan mengatakan…
wkwkwk... ngakak... (reading next part!!)
^_^

Postingan Populer